Minggu, 22 November 2015

Menerima jasa pemasangan gypsum

Bagi anda yg menginginkan interior plavon yg indah, menarik, dan variatif, kami menerim pemangasangan gypsum untuk atap rumah anda.
Harganya cukup terjangkau
-Untuk pemasangan plavon, permeter Rp. 145 rb. Tergantung varian.
-Untuk pemasangan garvalumnya permeter Rp. 130rb.
Varian dan motifnya gypsum pun beragam, atau mungkin anda ingin mengatur sendiri varian dan motifnya, terserah

Berminat hub: 085791221967/miftaismo@gmail.com

Senin, 26 Januari 2015

cerita sedih: pilihan seorang anak yang tidak sejalan dengan orang tuanya



PILIHANMU PILIHANKU
Nasrul pulang sekolah dengan hati yang gembira melihat kertas di mading depan kelasnya. Dia melihat namanya terpampang di surat keterangan kelulusan siswa. Dia bersama temannya Diki merasa puas dengan hasil yang di peroleh dari ujian nasional sebulan yang lalu, walaupun ta se semurna Nasrul. Perasaan yang sama juga ada pada Ririn, tetapi tak se gembira perasaan Nasrul yang mendapatkan nilai terbaik.
Dengan senangnya, Nasrul yang baru lulus salah satu smp elit di Nganjuk itu langsung memberitahu kepada kedua orang tuanya bahwa dia telah mendapat nilai ujian nasional yang sempurna, lulus seratus persen dengan peringkat terbaik sekelasnya. Ternyata orang tua nasrul telah tahu terlebih dahulu. Karena sebelum pengumuman kelulusan siswa , terlebih dahulu panggilan wali murid untuk penyerahan SKHUS. Mungkin dia tidak tahu, karena sebelumnya dia sedang liburan ke Semarang ke rumah neneknya.
“Pa, Ma, Nasrul hari ini senang banget, karena nasrul berhasil meraih peringkat satu sekelas. Walaupun masih belum menjadi peringkat pertama dalam satu sekolah, tapi aku merasa gembira sekali” katanya penuh dengan kegirangan. “Benarkah,,,! Memang sungguh pintar anakku yang satu ini. Tapi sebelum kamu tahu dari pengumuman sekolah, papa dan mama sudah tahu lo. Yee.... “ Canda papa nasrul dengan senyuman meledek. “Wah gak surprise donk kalau gitu pah..” sahut nasrul dengan agak murung, “Papa kapan hari pernah janjikan, kalau nanti aku mendapatkan nilai yang sempurna akan mengajakku liburan? Hayoo.. tepatin janjinya...” paksa nasrul yang menagih janji papanya. “Janji yang mana ya ? papah kok gak ingat ya rul..?” jawab papanya yang pura-pura tidak tahu. Tiba-tiba mamanya datang dan menyahut pernyataan papahnya. “Halah papah gak usah pura-pura pikun, mama juga dengar kok kalau papa janji gitu,,” tambah mamanya. Nasrul semakin yakin kalau papanya cuma pura-pura lupa. "Wah papah merasa dipojokin nih..” kata papa Nasrul dangan canda.
Nasrul dengan sangat gembiranya merasa nyaman dan semakin akrab dengan orang tuanya. Dia merasakan orang tuanya seperti teman yang selalu ada untuknya dan selalu mensupportnya. hingga setelah mereka liburan ke Surabaya, semakin harmonis saja hubungan keluarga Nasrul. Seminggu setelah Liburan, dia mendapati temannya Diki dengan kumpulan orang yang lebih tua usianya sedang bergadang dengan membawa kartu bridge di genggamannya di warung kopi desa sebelah. Memang dasarnya Nasrul adalah anak tokoh agama di desa tersebut, seketika ayahnya melarangnya bergaul dengan Diki teman sebayanya. Padahal dia sudah berencana untuk satu sekolah dengan Diki saat SMA nanti, malah akan beragkat bersamanya tiap hari.
Suatu malam papa dan mamanya bermusyawaroh untuk masa depan Nasrul kelak. Mereka sepakat akan menyekolahkan anak semata wayangnya tersebut di sekolah pondok yang dulu pernah menjadi sekolah papanya. Dia berniat untuk menjauhkan Nasrul dari pengaruh teman-temnnya, karena mereka yakin temannya akan memberikan dampak yang signifikan pada masa depan Nasrul.
Keesokannya, saat mereka berkumpul bersama di meja makan dengan sambil bercanda-canda kecil papanya memulai pembicaraan. “Rul makan yang banyak ya, biar cepet gemuk,, he he,,” Canda papahnya yang begitu khas. “Gak ah pah, mentang-mentang aku lebih kurus dari papah,,” Jawab Nasrul dengan sedikit menggerutu. “He he,, papa bercanda kok, lagian kalau terlalu kenyang bisa cepet ngantuk” perlahan-lahan ayahnya menceritakan masa mudanya. “Jujur ya, dulu waktu di MAN, papah doyan makan, walaupun saat di pondok makan dua kali, tapi papa makan 4 kali di pondok,,”. ”Kok bisa pah..?” dengan penuh pertanyaan dalam hatinya. “Iya papah dulu kan dekat dengan juru masaknya pondok..”. “Ow gitu ya pah, berarti kalau ingin mendapat makanan banyak di pondok harus dekat dengan yang masak ya,,, hi hi..” kata Nasrul sambil menahan tawanya. “Hadeh, ya gak nak. Tapi ketika  di pondok, papa di ajari sebuah prinsip kebersamaan, kekeluargaan, sosial, dan tanggung jawab. Kalau di pondok satu yang paling enak,”. “Apa itu pah..?” Tanya Nasrul. “Kalau tanggal muda selalu mendapatkan uang saku, tentu yang di pegang uang ratusan ribu nak.” Kata papanya mencoba meyakinkan. “Ehm,,enak ya pah kayaknya.” Nasrul mulai tertarik.
Tiba-tiba papahnya memberitahukan rencana yang telah di musyawarahkan kemarin malam dengan mamanya. “Rul, papah ingin kamu sekolah di tempat papa dulu sekolah dan sekalian mondok.” Kata papa Nasrul dengan nada datar. Ternyata tak sesuai dengan rencana orang tua Nasrul. Dia kaget sambil meletakkan sendok yang dipegangnya. Tetapi dia diam saja dengan berpikir sejenak, memang Nasrul juga merupakan anak yang penurut pada orang tua, dia tidak berani untuk membantah orang tua. Tapi kali ini dia agak sedikit kecewa dengan kedua orang tuanya, karena memberikan keputusan secara mendadak dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada dirinya. “Nasrul minta maaf pah sebelumnya, sebenarnya Nasrul sudah punya rencana untuk melanjutkan ke SMA 2 Nganjuk pah”, katanya mencoba menjelaskan rencananya. “Saat ini Nasrul kan telah mendapatkan nilai yang cukup bagus, guru saya pun menyarankan untuk melanjutkan ke SMA 2 Nganjuk pah,” tambahnya dengan sedikit meyakinkan papahnya. “Rul, kalau di sana papah tidak yakin kamu bisa mendalami ilmu agama, mungkin kalau ilmu dunia bisa kamu pelajari disana,” nasehat papahnya. “Nak, benar apa yang dikatakan papahmu, apalagi dengan zaman yang seperti ini, apa kamu mampu menghadapi tantangan dunia tanpa dasar agama yang kuat. Contohnya teman kamu itu Diki..” tambah mamahnya. Nasrul pun hanya terdiam memikirkan pilihan orang tuanya, sejenak dia ingin meyakinkan kalau dia tidak akan terjebak oleh pergaulan bebas saat masuk di SMA tapi dia tidak berani untuk membantah orang tuanya.
Akhirnya Nasrul pun menyetujui pilihan orang tuanya dengan sangat terpaksa. “Baiklah pah, Nasrul akan menurut pada papah..” kata Nasrul dengan kepala tertunduk. “Lha begitu baru anak papah..” kata papanya mengeluarkan canda khasnya. Tetapi tak ada senyum yang keluar dari mulut Nasrul walaupun hanya sedetik. Dia berniat membawa buku harian yang selalu dia pakai untuk meluangkan isi hatinya itu. Dengan perasaan sedih dia berpamitan kepada sahabat sejatinya Diki dan Ririn, air mata mereka pun menetes. “Tenang kawan, aku usahakan sebulan sekali pulang untuk bertemu kalian,” hibur Nasrul pad kedua temannya. “Bro jangan lama-lama dong, ntar siapa yang nemenin gue main PS,” kata Diki sambil mengingatkan kebiasaan mereka saat masih smp, seraya meneteskan air mata.

Sabtu, 20 Desember 2014

Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan (Empirisme, Nativisme, Konvergensi, dan Naturalisme)



M.Miftahuddin. A
PAI/E
SMT 3
932115713
 
 


Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya, banyak teori yang dikemukakan oleh para pmikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan. Aliran-aliran tersebut diantara:
1.      Aliran Empirisme
Empirisme berasal dari kata empira yang berarti berlawanan dengan aliran nativisme. Aliran empirisme mengutamakan perkembangan manusia dari segi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui. Tokoh aliran empirisme adalah Jhone Locke, seorang filosofi Inggris. Dalam bukunya yang berjudul Some Thoughts Concerning Education Jhon Locke berpendapat bahwa, manusia terlahir dengan jiwa yang masih kosong, jiwa ini akan terisi oleh ide-ide karena pengaruh dari luar melalui proses psichologis, yaitu sensation(pengalaman) dan reflexetion(kesan). Selain itu teorinya dikenal dengan Tabulae Rasae (meja lilin) yang menyebutkan bahwa anak lahir di dunia adalah seperti kertas putih bersih. Kertas putih memiliki corak dan tulisan yang akan digores oleh lingkungan, ini artinya bahwa faktor bawaan dari orang tua tidak mempunyai pengaruh yang besar atau dengan kata lain tidak dipentingkan. Pengalaman seseorang diperoleh melalui hubungan dengan lingkungan. Pengaruh yang diperoleh dari lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Menurut aliran ini pendidik sangatlah berperan penting, karena pendidik menyediakan lingkungan pendidikan, dan anak akan menerima penddikan itu sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, watak, kepribadian anak sesuai tujuan pendidikan yang diharapkan. Sebagai contoh, suatu keluarga mginginkan anaknya menjadi pelukis, dan menyediakan segala alat yang dipergunakan untuk melukis, namun si anak tidak mempunyai bakat melukis, alhasil keinginan keluarga agar anak itu menjadi pelukis gagal. Akibatnya akan ada konflik dalam diri anak. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman saja, dan bawaan dari lahir dikesampingkan. Padahal ada anak yang berhasil karena bakat yang ada dalam dirinya.
2.      Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata nativus yang berarti pembawaan. Tokoh aliran nativisme adalah Schopenhauer seorang filosof dari Jerman. Aliran ini berpandangan bahwa, perkembanagn inividu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir dan faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembnangan anak. Maka dsari itu menurut aliran ini hasil pendidikan anak ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Serta menganalisis bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik.Dan dapat diambil kesimpulan bahwa menurut aliran ini keberhasilan individu ditentukan individu itu sendiri. Pendapat aliran ini bahwa jika seorang memilki bakat baik, maka ia akan menjadi baik, dan sebaliknya jika seorang memiliki bakat jahat, maka ia akan menjadi jahat. Dan pendidikan yang tidak sesuai bakat anak, tidak ada gunanya bagi perkembangan anak jika terus diberikan. Pandangan tersebut tidak menyimpang dengan realita yang ada. Misalnya, seorang anak yang mirip dengan orang tuanya, secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orang tua. Pada dasarnya aliran nativisme mengakui tentang adanya daya asli yang terbentuk sejak manusia lahir, yaitu adanya daya psikologis dan daya fisiologis, serta kemampuan dasar lainnya yang berbeda dalam diri tiap individu.
Dari kemampuan itu, kapasitas masing-masing kemampuan dasar berbeda-beda. Ada yang tumbuh sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya pada titik tertentu saja. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orang tua yang ahli musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orang tuanya, dan mungkin juga ada yang hanya sampai pada setengah kemampuan orang tuanya. Namun lagi-lagi aliran ini memilki kelemahan yaitu bahwa aliran ini tak begitu kuat, karena dalam kenyataannya, bahwa perkembangan tak hanya dipengaruhi oleh faktor bawaan, tapi faktor lingkungan juga berpengaruh atas itu.
Lucian Arreat seorang ahli pendidikan bangsa Perancis memiliki pendapat yang sama dengan aliran nativisme, karena dengan nada mengejek ia mengatakan, pendidikan?, ia adalah omong kosong yang besar sekali dan yang menggelikan dari zaman ke zaman. Tetapi jangan mengatakan terlalu keras, banyak orang yang hidup mendapat nafkah dari padanya. Demikian pula Rochracher berpendapat yang sama, ia berkata sebagai berikut, orang tak bersalah dan berjasa dalam memiliki sifat-sifatnya, dan bahwa segala nilai rokhaniyyah yang dimilikinya itu hanya sekedar hasil proses alam yang berjalan menurut ukuran tertentu yang tidak dapat kita pengaruhi sama sekali.
Aliran ini mempunyai keyakinan yang bersifat predestinatif, yang berarti perkembangan atau nasib-nasib manusia itu seolah-olah ditentukan sebelumnya, tergantung pada pembawaan yang dimiliki. Pandangan mereka bersifat pesimis, karena mereka berpendapat bahwa pendidikan itu tidak mempunyai kekuasaan sama sekali terhadap perkembangan anak, mereka disebut dengan golongan geneticicts karena terlalu menonjolkan faktor pembawaan, genetika yang berarti ilmu keturunan.
3.      Aliran Konvergensi
Tokoh aliran konvergensi adalah William Sterm, seorang tokoh pendidikan dari Jerman. Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran nativisme dan empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, dan perkembangan anak selanjutnya akan dipenharuhi oleh lingkungan. Jadi faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Anak yang memiliki pembawaan baik dan didukung dengan lingkungan yang baik, maka akan semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat tersebut. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
4.      Aliran Naturalisme
Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan yang di terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”.

Selasa, 12 November 2013

Persepsi Masyarakat Tentang Anak Kost

Dari dulu hingga sekarang persepsi masyarakat tentang anak kost tidak pernah positif. Masyarakat memandang anak kos hanya sebelah mata, selalu takut terpengaruh dengan anak kost padahal kenyataannya anak kost tidak semua seperti itu.

Memang dalam sosiologi semua manusia bergantung pada lingkungan sekitarnya. Seperti contoh: dua orang anak kita asuh secara berpisah. Yang satu di Surabaya yang satu lagi di Solo, jika mereka bertemu bagaimana karakternya? Apakah orang Solo sama dengan orang Surabaya? Tentu tidak. Hal itu yang menyebabkan

Translate