PILIHANMU
PILIHANKU
Nasrul pulang sekolah dengan hati yang gembira melihat kertas di
mading depan kelasnya. Dia melihat namanya terpampang di surat keterangan
kelulusan siswa. Dia bersama temannya Diki merasa puas dengan hasil yang di
peroleh dari ujian nasional sebulan yang lalu, walaupun ta se semurna Nasrul.
Perasaan yang sama juga ada pada Ririn, tetapi tak se gembira perasaan Nasrul
yang mendapatkan nilai terbaik.
Dengan senangnya, Nasrul yang baru lulus salah satu smp elit di
Nganjuk itu langsung memberitahu kepada kedua orang tuanya bahwa dia telah
mendapat nilai ujian nasional yang sempurna, lulus seratus persen dengan
peringkat terbaik sekelasnya. Ternyata orang tua nasrul telah tahu terlebih
dahulu. Karena sebelum pengumuman kelulusan siswa , terlebih dahulu panggilan
wali murid untuk penyerahan SKHUS. Mungkin dia tidak tahu, karena sebelumnya
dia sedang liburan ke Semarang ke rumah neneknya.
“Pa, Ma, Nasrul hari ini senang banget, karena nasrul berhasil
meraih peringkat satu sekelas. Walaupun masih belum menjadi peringkat pertama
dalam satu sekolah, tapi aku merasa gembira sekali” katanya penuh dengan
kegirangan. “Benarkah,,,! Memang sungguh pintar anakku yang satu ini. Tapi
sebelum kamu tahu dari pengumuman sekolah, papa dan mama sudah tahu lo. Yee....
“ Canda papa nasrul dengan senyuman meledek. “Wah gak surprise donk kalau gitu
pah..” sahut nasrul dengan agak murung, “Papa kapan hari pernah janjikan, kalau
nanti aku mendapatkan nilai yang sempurna akan mengajakku liburan? Hayoo..
tepatin janjinya...” paksa nasrul yang menagih janji papanya. “Janji yang mana
ya ? papah kok gak ingat ya rul..?” jawab papanya yang pura-pura tidak tahu.
Tiba-tiba mamanya datang dan menyahut pernyataan papahnya. “Halah papah gak
usah pura-pura pikun, mama juga dengar kok kalau papa janji gitu,,” tambah
mamanya. Nasrul semakin yakin kalau papanya cuma pura-pura lupa. "Wah
papah merasa dipojokin nih..” kata papa Nasrul dangan canda.
Nasrul dengan sangat gembiranya merasa nyaman dan semakin akrab
dengan orang tuanya. Dia merasakan orang tuanya seperti teman yang selalu ada
untuknya dan selalu mensupportnya. hingga setelah mereka liburan ke Surabaya,
semakin harmonis saja hubungan keluarga Nasrul. Seminggu setelah Liburan, dia
mendapati temannya Diki dengan kumpulan orang yang lebih tua usianya sedang
bergadang dengan membawa kartu bridge di genggamannya di warung kopi desa
sebelah. Memang dasarnya Nasrul adalah anak tokoh agama di desa tersebut,
seketika ayahnya melarangnya bergaul dengan Diki teman sebayanya. Padahal dia sudah
berencana untuk satu sekolah dengan Diki saat SMA nanti, malah akan beragkat
bersamanya tiap hari.
Suatu malam papa dan mamanya bermusyawaroh untuk masa depan Nasrul
kelak. Mereka sepakat akan menyekolahkan anak semata wayangnya tersebut di
sekolah pondok yang dulu pernah menjadi sekolah papanya. Dia berniat untuk
menjauhkan Nasrul dari pengaruh teman-temnnya, karena mereka yakin temannya
akan memberikan dampak yang signifikan pada masa depan Nasrul.
Keesokannya, saat mereka berkumpul bersama di meja makan dengan
sambil bercanda-canda kecil papanya memulai pembicaraan. “Rul makan yang banyak
ya, biar cepet gemuk,, he he,,” Canda papahnya yang begitu khas. “Gak ah pah,
mentang-mentang aku lebih kurus dari papah,,” Jawab Nasrul dengan sedikit
menggerutu. “He he,, papa bercanda kok, lagian kalau terlalu kenyang bisa cepet
ngantuk” perlahan-lahan ayahnya menceritakan masa mudanya. “Jujur ya, dulu
waktu di MAN, papah doyan makan, walaupun saat di pondok makan dua kali, tapi
papa makan 4 kali di pondok,,”. ”Kok bisa pah..?” dengan penuh pertanyaan dalam
hatinya. “Iya papah dulu kan dekat dengan juru masaknya pondok..”. “Ow gitu ya
pah, berarti kalau ingin mendapat makanan banyak di pondok harus dekat dengan
yang masak ya,,, hi hi..” kata Nasrul sambil menahan tawanya. “Hadeh, ya gak
nak. Tapi ketika di pondok, papa di
ajari sebuah prinsip kebersamaan, kekeluargaan, sosial, dan tanggung jawab.
Kalau di pondok satu yang paling enak,”. “Apa itu pah..?” Tanya Nasrul. “Kalau tanggal
muda selalu mendapatkan uang saku, tentu yang di pegang uang ratusan ribu nak.”
Kata papanya mencoba meyakinkan. “Ehm,,enak ya pah kayaknya.” Nasrul mulai
tertarik.
Tiba-tiba papahnya memberitahukan rencana yang telah di
musyawarahkan kemarin malam dengan mamanya. “Rul, papah ingin kamu sekolah di
tempat papa dulu sekolah dan sekalian mondok.” Kata papa Nasrul dengan nada
datar. Ternyata tak sesuai dengan rencana orang tua Nasrul. Dia kaget sambil
meletakkan sendok yang dipegangnya. Tetapi dia diam saja dengan berpikir
sejenak, memang Nasrul juga merupakan anak yang penurut pada orang tua, dia
tidak berani untuk membantah orang tua. Tapi kali ini dia agak sedikit kecewa
dengan kedua orang tuanya, karena memberikan keputusan secara mendadak dan tanpa
ada pemberitahuan terlebih dahulu pada dirinya. “Nasrul minta maaf pah
sebelumnya, sebenarnya Nasrul sudah punya rencana untuk melanjutkan ke SMA 2
Nganjuk pah”, katanya mencoba menjelaskan rencananya. “Saat ini Nasrul kan
telah mendapatkan nilai yang cukup bagus, guru saya pun menyarankan untuk
melanjutkan ke SMA 2 Nganjuk pah,” tambahnya dengan sedikit meyakinkan papahnya.
“Rul, kalau di sana papah tidak yakin kamu bisa mendalami ilmu agama, mungkin
kalau ilmu dunia bisa kamu pelajari disana,” nasehat papahnya. “Nak, benar apa yang
dikatakan papahmu, apalagi dengan zaman yang seperti ini, apa kamu mampu
menghadapi tantangan dunia tanpa dasar agama yang kuat. Contohnya teman kamu
itu Diki..” tambah mamahnya. Nasrul pun hanya terdiam memikirkan pilihan orang
tuanya, sejenak dia ingin meyakinkan kalau dia tidak akan terjebak oleh
pergaulan bebas saat masuk di SMA tapi dia tidak berani untuk membantah orang
tuanya.
Akhirnya Nasrul pun menyetujui pilihan orang tuanya dengan sangat
terpaksa. “Baiklah pah, Nasrul akan menurut pada papah..” kata Nasrul dengan
kepala tertunduk. “Lha begitu baru anak papah..” kata papanya mengeluarkan
canda khasnya. Tetapi tak ada senyum yang keluar dari mulut Nasrul walaupun
hanya sedetik. Dia berniat membawa buku harian yang selalu dia pakai untuk
meluangkan isi hatinya itu. Dengan perasaan sedih dia berpamitan kepada sahabat
sejatinya Diki dan Ririn, air mata mereka pun menetes. “Tenang kawan, aku
usahakan sebulan sekali pulang untuk bertemu kalian,” hibur Nasrul pad kedua
temannya. “Bro jangan lama-lama dong, ntar siapa yang nemenin gue main PS,”
kata Diki sambil mengingatkan kebiasaan mereka saat masih smp, seraya
meneteskan air mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kata-kata Merupakan Benda Yang Terkadang Bisa Melukai Terkadang Bisa Meluluhkan, Maka Dari Itu Gunakanlah Kata-kata Yang Sopan Untuk Berkomentar