Senin, 26 Januari 2015

cerita sedih: pilihan seorang anak yang tidak sejalan dengan orang tuanya



PILIHANMU PILIHANKU
Nasrul pulang sekolah dengan hati yang gembira melihat kertas di mading depan kelasnya. Dia melihat namanya terpampang di surat keterangan kelulusan siswa. Dia bersama temannya Diki merasa puas dengan hasil yang di peroleh dari ujian nasional sebulan yang lalu, walaupun ta se semurna Nasrul. Perasaan yang sama juga ada pada Ririn, tetapi tak se gembira perasaan Nasrul yang mendapatkan nilai terbaik.
Dengan senangnya, Nasrul yang baru lulus salah satu smp elit di Nganjuk itu langsung memberitahu kepada kedua orang tuanya bahwa dia telah mendapat nilai ujian nasional yang sempurna, lulus seratus persen dengan peringkat terbaik sekelasnya. Ternyata orang tua nasrul telah tahu terlebih dahulu. Karena sebelum pengumuman kelulusan siswa , terlebih dahulu panggilan wali murid untuk penyerahan SKHUS. Mungkin dia tidak tahu, karena sebelumnya dia sedang liburan ke Semarang ke rumah neneknya.
“Pa, Ma, Nasrul hari ini senang banget, karena nasrul berhasil meraih peringkat satu sekelas. Walaupun masih belum menjadi peringkat pertama dalam satu sekolah, tapi aku merasa gembira sekali” katanya penuh dengan kegirangan. “Benarkah,,,! Memang sungguh pintar anakku yang satu ini. Tapi sebelum kamu tahu dari pengumuman sekolah, papa dan mama sudah tahu lo. Yee.... “ Canda papa nasrul dengan senyuman meledek. “Wah gak surprise donk kalau gitu pah..” sahut nasrul dengan agak murung, “Papa kapan hari pernah janjikan, kalau nanti aku mendapatkan nilai yang sempurna akan mengajakku liburan? Hayoo.. tepatin janjinya...” paksa nasrul yang menagih janji papanya. “Janji yang mana ya ? papah kok gak ingat ya rul..?” jawab papanya yang pura-pura tidak tahu. Tiba-tiba mamanya datang dan menyahut pernyataan papahnya. “Halah papah gak usah pura-pura pikun, mama juga dengar kok kalau papa janji gitu,,” tambah mamanya. Nasrul semakin yakin kalau papanya cuma pura-pura lupa. "Wah papah merasa dipojokin nih..” kata papa Nasrul dangan canda.
Nasrul dengan sangat gembiranya merasa nyaman dan semakin akrab dengan orang tuanya. Dia merasakan orang tuanya seperti teman yang selalu ada untuknya dan selalu mensupportnya. hingga setelah mereka liburan ke Surabaya, semakin harmonis saja hubungan keluarga Nasrul. Seminggu setelah Liburan, dia mendapati temannya Diki dengan kumpulan orang yang lebih tua usianya sedang bergadang dengan membawa kartu bridge di genggamannya di warung kopi desa sebelah. Memang dasarnya Nasrul adalah anak tokoh agama di desa tersebut, seketika ayahnya melarangnya bergaul dengan Diki teman sebayanya. Padahal dia sudah berencana untuk satu sekolah dengan Diki saat SMA nanti, malah akan beragkat bersamanya tiap hari.
Suatu malam papa dan mamanya bermusyawaroh untuk masa depan Nasrul kelak. Mereka sepakat akan menyekolahkan anak semata wayangnya tersebut di sekolah pondok yang dulu pernah menjadi sekolah papanya. Dia berniat untuk menjauhkan Nasrul dari pengaruh teman-temnnya, karena mereka yakin temannya akan memberikan dampak yang signifikan pada masa depan Nasrul.
Keesokannya, saat mereka berkumpul bersama di meja makan dengan sambil bercanda-canda kecil papanya memulai pembicaraan. “Rul makan yang banyak ya, biar cepet gemuk,, he he,,” Canda papahnya yang begitu khas. “Gak ah pah, mentang-mentang aku lebih kurus dari papah,,” Jawab Nasrul dengan sedikit menggerutu. “He he,, papa bercanda kok, lagian kalau terlalu kenyang bisa cepet ngantuk” perlahan-lahan ayahnya menceritakan masa mudanya. “Jujur ya, dulu waktu di MAN, papah doyan makan, walaupun saat di pondok makan dua kali, tapi papa makan 4 kali di pondok,,”. ”Kok bisa pah..?” dengan penuh pertanyaan dalam hatinya. “Iya papah dulu kan dekat dengan juru masaknya pondok..”. “Ow gitu ya pah, berarti kalau ingin mendapat makanan banyak di pondok harus dekat dengan yang masak ya,,, hi hi..” kata Nasrul sambil menahan tawanya. “Hadeh, ya gak nak. Tapi ketika  di pondok, papa di ajari sebuah prinsip kebersamaan, kekeluargaan, sosial, dan tanggung jawab. Kalau di pondok satu yang paling enak,”. “Apa itu pah..?” Tanya Nasrul. “Kalau tanggal muda selalu mendapatkan uang saku, tentu yang di pegang uang ratusan ribu nak.” Kata papanya mencoba meyakinkan. “Ehm,,enak ya pah kayaknya.” Nasrul mulai tertarik.
Tiba-tiba papahnya memberitahukan rencana yang telah di musyawarahkan kemarin malam dengan mamanya. “Rul, papah ingin kamu sekolah di tempat papa dulu sekolah dan sekalian mondok.” Kata papa Nasrul dengan nada datar. Ternyata tak sesuai dengan rencana orang tua Nasrul. Dia kaget sambil meletakkan sendok yang dipegangnya. Tetapi dia diam saja dengan berpikir sejenak, memang Nasrul juga merupakan anak yang penurut pada orang tua, dia tidak berani untuk membantah orang tua. Tapi kali ini dia agak sedikit kecewa dengan kedua orang tuanya, karena memberikan keputusan secara mendadak dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada dirinya. “Nasrul minta maaf pah sebelumnya, sebenarnya Nasrul sudah punya rencana untuk melanjutkan ke SMA 2 Nganjuk pah”, katanya mencoba menjelaskan rencananya. “Saat ini Nasrul kan telah mendapatkan nilai yang cukup bagus, guru saya pun menyarankan untuk melanjutkan ke SMA 2 Nganjuk pah,” tambahnya dengan sedikit meyakinkan papahnya. “Rul, kalau di sana papah tidak yakin kamu bisa mendalami ilmu agama, mungkin kalau ilmu dunia bisa kamu pelajari disana,” nasehat papahnya. “Nak, benar apa yang dikatakan papahmu, apalagi dengan zaman yang seperti ini, apa kamu mampu menghadapi tantangan dunia tanpa dasar agama yang kuat. Contohnya teman kamu itu Diki..” tambah mamahnya. Nasrul pun hanya terdiam memikirkan pilihan orang tuanya, sejenak dia ingin meyakinkan kalau dia tidak akan terjebak oleh pergaulan bebas saat masuk di SMA tapi dia tidak berani untuk membantah orang tuanya.
Akhirnya Nasrul pun menyetujui pilihan orang tuanya dengan sangat terpaksa. “Baiklah pah, Nasrul akan menurut pada papah..” kata Nasrul dengan kepala tertunduk. “Lha begitu baru anak papah..” kata papanya mengeluarkan canda khasnya. Tetapi tak ada senyum yang keluar dari mulut Nasrul walaupun hanya sedetik. Dia berniat membawa buku harian yang selalu dia pakai untuk meluangkan isi hatinya itu. Dengan perasaan sedih dia berpamitan kepada sahabat sejatinya Diki dan Ririn, air mata mereka pun menetes. “Tenang kawan, aku usahakan sebulan sekali pulang untuk bertemu kalian,” hibur Nasrul pad kedua temannya. “Bro jangan lama-lama dong, ntar siapa yang nemenin gue main PS,” kata Diki sambil mengingatkan kebiasaan mereka saat masih smp, seraya meneteskan air mata.

Translate